Rabu, 15 April 2009

Konsep Qalb dalam Psikologi Agama (Islam)

I. P E N D A H U L U A N
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baharuddin yang dijelaskan dalam bukunya ”Aktualisasi psikologi Islami” mengatakan bahwa: ayat-ayat yang membicarakan manusia dengan metode tafsir tematik, selanjutnya menganalisisnya dengan metode ”pemaknaan dan analisis reflektif” dapat dirumuskan tiga aspek dan enam dimensi diri manusia. Ketiga aspek tersebut adalah jismiah, nafsiah, dan ruhaniah.
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik biologis. Aspek nafsiah adalah keseluruhan sistem kualitas insani yang meliputi pikiran, perasaan dan kemauan. Dalam aspek nafsiah ini terdapat tiga dimensi yaitu dimensi al-qalb, dimensi al-Aql, dan dimensi al-Nafs.
Dan aspek ruhaniah adalah keseluruhan potensi luhur diri manusia. Potensi luhur itu memancar dari dimensi al-ruh dan alfitrah.
Aspek ruhaniah ini adalah aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan transendental. Bersifat spiritual karena ia merupakan potensi luhur batin manusia. Potensi luhur batin ini merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan Allah. Sifat spiritual ini muncul dari dimensi psikis manusia yang mengatur hubungan manusia dengan yang Maha Transenden, yaitu Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi al-fitrah. Berdasarkan itu, maka aspek ruhaniah ini memiliki dua dimensi psikis yaitu al-Ruh dan al-Fitrah.
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa dimensi al-Qalb merupakan bagian dari aspek nafsiah yang merupakan dimensi psikis manusia. Dimensi ini memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan sifat insaniah atau sifat kemanusian. Kondisi al-Qalb tercermin dalan sistem behavior dan sistem sosial . Sehingga apabila sistem behavior dan sistem sosial baik dapat dikatakan bahwa demikianlah cerminan al-Qalbnya, dan dapat dikatakan bahwa qalbnya itu baik ( baik hati).
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang Konsep al-Qalb dalam psikologi agama dengan maksud untuk:
1. Menemukan Idealisasi Islam tentang Konsep al-Qalb dalam Psikologi Islami, yang dikaji dari aspek teoritis dan formal, dengan menjawab pertanyaan, apa Konsep Al-Qalb dalam Psikologi Islami?
2. Melakukan idealisasi dari perspektif Islam terhadap proses dan perilaku al-Qalb, yang kajiannya secara praksis dan substansial dengan menjawab pertanyaan, Bagaimana Isi, ciri-ciri / karakteristik konsep al-Qalb dalam Psikologi Islami?
3. Melakukan idealisasi dari perspektif Islam terhadap relevansi dan nilai guna konsep al-Qalb dalam penyelenggaraan pendidikan Islam, wilayah kajiannya yang ditinjau dari sisi Aksiologi, dengan menjawab pertanyaan mengapa al-Qalb penting dalam penyelenggaraan pendidikan Islam?

II.PENGERTIAN, MAKNA DAN PERANAN AL-QALB
A.PENGERTIAN AL-QALB
Psikis manusia dapat dipahami dari banyak istilah lainnya yang semakna dengan al-qalb yang mengandung makna fungsi tersebut. Diantaranya adalah: (1). As-Sadr yaitu tempat perasaan was-was: (2) Al-qalb merupakan tempat iman: (3). Asy-Syaghaf yaitu tempat cinta: (4). Al-fuad, yang dapat memelihara kebenaran: (5) Habat al-qalb, yaitu tempat cinta dan kebenaran: (6). As-suwidah, yaitu tempat ilmu dan agama: (7). Mahajah al-qalb, yang merupakan manifestasi sifat-sifat Allah: (8). Al-damir, yang merupakan tempat merasa dan daya rekoleksi (al-quwwah al-latifah) dan (9). As.sirr, sebagai bagian qalb yang palinh halus dan rahasia.
Demikian banyaknya nama dan peran al-qalb dalam sistem psikis manusia jadi tepatlah kiranya jika al-qalb menjadi penentu dalam kapasitas kebaikan dan keburukan seseorang. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa al-qalb memiliki fungsi strategis dan fungsi dalam diri manusia. Hadist tersebut artinya “ sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka akan baiklah seluruh tubuh, tetapi apabila ia rusak, maka akan rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah al-qalb. (HR. Al-Bukhari dari Nukman Ibn Basyir).
Dalam hadist tersebut diatas memang secara tekstual disebutkan segumpal daging. Para ahli menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah jantung. Jika jantung rusak maka kemungkinan besar organ tubuh yang lain akan tidak berfungsi. Ini pemahaman yang mudah dan sederhana, karena bersifat fisik dan tektual. Namun disini juga dapat dilihat dari telaah terhadap ayat-ayat yang menjelaskan istilah al-qalb tersebut.

B.MAKNA AL-QALB
Berdasarkan telaah terhadap ayat-ayat yang menggunakan istilah al-qalb, yang disebutkan sebanyak 132 kali, masing-masing dalam 126 ayat al-qur’an dapat dijelaskan beberapa karakteristik al-qalb. Dalam hal ini dapat dilihat dari dua sudut pandang fungsi dan sudut pandang kondisi.
Pertama, dari sudut fungsi al-qalb memiliki sedikitnya tiga fungsi sebagai berikut: (1) fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta; seperti berfikir (aql), memahami (fiqih), mengetahui (ilm), memperhatikan (dabr), mengingat (dzikr), dan melupakan (khilaf). (2). Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa, seperti tenang ( tama’ninah), jinak atau sayang (ulfah), senang (ya’aba), santun dan penuh kasih sayang (ra’fah wa rahmah), tunduk dan bergetar (wajilat), mengikat (ribat), kasar (glaliz), takut (ru’ub), dengki (gilun), berpaling (zayq), panas (ghaliz), sombong (hamiyah), kesan (isyma’azza), dan lain-lain. (3). Fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa, seperti berusaha (kasb).
Kedua, dari sudut kondisinya, dari sudut kondisi ini dapat dilihat dari dua bagian yaitu: qalb yang baik dan qalb yang buruk, bahkan qalb yang berada diantara qalb baik dan qalb buruk, selengkapnya adalah:
1.Kondisi qalb yang baik adalah bahwa ia dianggap hidup (al-hayyah) seperti kondisi sehat (salim), bening (mail), bersih (tuhur), baik (khair). Selanjutnya kondisi qalb yang seperti ini akan menghasilkan akan menghasilkan iman, seperti takwa, khusuk, taubat, sabar, dan lain-lain. Qalb seperti ini akan menjadi putih bersih karena telah menerima kebenaran.
2.Kondisi qalb yang tidak baik adalah qalb yang dianggap mati (al-maytah): seperti berpaling (al-zarf), sesat (gamrah), buta (ta’ma) dan kasar (qast). Kondisi qalb yang mati ini mengakibatkan kekafiran dan keingkaran. Qalb seperti ini adalah qalb yang mendapat kegelapan (qalbun sauda’), karena ia tidak dapat menerima kebenaran.
3.Kondisi qalb antara yang baik dan yang buruk. Qalb ini hidup tetapi mengidap penyakit (marad): seperti kemunafikan (nifaq), keragu-raguan (irtibat). Qalb seperti ini adalah qalb yang kotor, sebab ia menerima kebenaran tetapi kadang-kadand menolaknya. Tetapi kotoran dan penyakitnya masih dapat dibersihkan dengan cara taubat.
Selaras dengan pendapat diatas Al-ghazali dalam bukunya mengobati penyakit hati mengatakan bahwa al-qalb merupakan tempat hikmah, ma’rifat dan cinta kepada Allah. Sehubungan dengan itu ada beberapa upaya untuk menjaga qalb tetap bersih dan terhindar dari fitnah serta untuk mengetahui celah diri adalah sebagai berikut:
1.Kunjungi guru yang dipandang mempunyai pengetahuan luas tentang aib diri.
2.Carilah seorang teman yang jujur, baik akhlaknya dan bijaksana dan taat bergama.
3.hendaklah seseorang ini dapat mengambil manfaat dari celah jiwanya yang berasal dari mulut musuh-musuhnya.
4.mencemplungkan diri kedalam pergaulan masyarakat untuk bergaul dengan orang banyak.

C.KEPRIBADIAN MUTMAINNAH
Kepribadian muthmainnah adalah kepribadian yang telah diberikan kesempurnaan nur qalb, sehingga dapat meninggalkan sifat-sifat tercela dan tumbuh sifat-sifat yang baik. Kepribadian ini selalu berorientasi kekomponen qalb untuk mendapatkan kesucian dan menghilangkan segala kotoran sehingga dirnya menjadi tenang.
Kepribadian muthmainah bersumber dari qalb manusia, sebab hanya qalb yang mampu merasakan thuma’ninnah. Sebagai komponen yang bernatur Ilahiyyah, qalb selalu cenderung pada ketenangan dalam beribadah, menyintai, bertaubat, bertawakal dan mencari Ridha Allah SWT. Orientasi kepribadian ini adalah teosentirs (QS. Al-Nazi’at: 40-41).
Kepribadian mutmainnah merupakan kepribadian atas sadar atau supra – kesadaran manusia. Dikatakan demikian sebab kepribadian ini merasa tenang dalam menerima keyakinan fitrah. Keyakinan fitrah adalah keyakinan yang dihujamkan pada ruh manusia (fitrah al-munazzalah) dialam arwah dan kemudian dilegitimasi oleh wahyu Illahi. Penerimaan ini tidak bimbang apalagi ragu-ragu seperti yang dialami oleh kepribadian lawwamah, tetapi penuh keyakinan. Oleh sebab itu ia terbiasa menggunakan metode zawq (cita rasa) dan ‘aina al-bashirah (mata batin) dalam menerima sesuatu sehingga ia merasa yakin dan tenang.
Al-ghazali menyatakan bahwa daya qalb (yang mendominasi kepribadian mutmainnah) mampu mencapai pengetahuan (ma’rifah) melalui daya cita rasa dan kasyf (terbukanya tabir misteri yang menghalangi penglihatan penglihatan batin manusia). Sedangkan Ibnu Khaldun menyatakan dalam “mukadimmah” bahwa ruh qalb itu disinggahi oleh ruh akal. Ruh akal secara subtansial mampu mengetahui apa saja di alam amar, sebab ia berpotensi demikian. Ia kadang-kadang tidak mampu mencapai pengetahuan itu disebabkan adanya penghalang (hijab), di badan dan indera. Apabila penghalang itu hilang maka ia mampu menembus pengetahuan tersebut.
Dengan kekuatan dan kesucian daya qalb maka manusia mampu memperoleh pengetahuan, wahyu dan ilham dari Tuhan. Wahyu diberikan pada para nabi, sedang ilham diberikan pada manusia suci biasa. Kebenaran pengetahuan ini bersifat supra-rasional, sehingga bisa jadi ia tidak mampu diterima oleh akal. Pengetahuan yang dapat ditangkap oleh akal seharusnya dapat pula dapat ditangkap oleh qalb, sebab qalb sebagian dayanya digunakan untuk berakal. Namun sebaliknya, pengetahuan yang diterima oleh qalb belum tentu dapat diterima oleh akal, sebab kemampuan kemampuan akal (otak) di bawahnya.
Kepribadian mutmainnah berbentuk enam kompetensi keimanan, lima kompetensi keislaman, dan multi kompetensi keihsanan. Aktualisasi bentuk-bentuk ini dimotivasi oleh energi psikis yang disebut dengan amanah yang dihujamkan oeh Allah SWT. Di alam arwah (ruh al munazzalah). Realisasi amanah selain berfungsi memenuhi kebutuhan juga melaksanakn kewajiban jiwa. Dikatakan kebutuhan sebab jika tidak direalisasikan maka mengakibatkan kecemasan, kegelisahan dan ketegangan, dan dikatakan kewajiban sebab pelaksanaannya telah diatur sedemikian rupa oleh Tuhan.

D.HAKEKAT FITRAH DAN CITRA MANUSIA DALAM PSIKOLOGI ISLAM
Fitrah diungkap dalam al-qur’an sebanyak 20 kali yang terdapat didalam 17 surat. Diantara yang memuat kata fitrah adalah QS. Ar-Rum ayat 30:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
Artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Qs Ar-rum : 30)

Firman tersebut menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT menurut fitrahnya. Fitrah ini merupakan citra manusia yang penciptaannya tidak ada perubahan, maka eksistensi manusia menjadi hilang. Keajegan fitrah sebagai pertanda agama yang lurus, walaupun hal itu tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Oleh karena itu, untuk mengetahui citra manusia maka dapat ditelusuri hakekat fitrah.
1.Makna Fitrah
Dalam literatur Islam, istilah fitrah meiliki makna yang beragam. Hal itu disebabkan oleh pemilihan sudut makna. Fitrah dapat dimakanai secara etimologi (basic meaning), terminologi, bahkan makna nasabah (relation meaning). Masing-masing makna tersebut memiliki implikasi psikologis.
Secara etimologi fitrah berarti “terbukanya sesuatu dan melahirkannya” seperti orang yang berbuka puasa. Dari makna dasar tersebut maka berkembang menjadi dua makna pokok. Pertama, fitrah berarti al-insyiqaq atau al-syaqq Iyang berarti al-inkisar (pecah belah). Kedua, fitrah berarti al-khilqah, al-ijad, atau al-ibda’ (penciptaan).
Kedua makna tersebut sebenarnya saling melengkapi. Manusia merupakan mikro kosmos (alam kecil), sedangkan kosmos adalah manusia makro. Manusia merupakan miniatur alam yang kompleks. Fisiknya menggambarkan alam fisikal, sedangkan psikisnya menggambarkan alam kejiwaaan.
Secara nasabi fitrah memiliki beberapa makna: (1). Fitrah berarti suci (al-thuhr), hal ini didasarkan atas hadis Nabi yang artinya “ setiap anak itu dilahirkan dalam kondisi fitrah (suci), maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, Majusi, atau Musyrik” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Maksud suci disini bukan berarti kosong atau netral (tidak memiliki kecenderungan baik - buruk ) sebagaimana yang diteorikan oleh Jhon Locke atau Psiko-Behavioristik, melainkan kesucian psikis yang terbebas dari dosa warisan dan penyakit rohani.
(2). Fitrah berarti potensi berislam. Peranan semacam ini dikemukakan oleh Abu Hurairah bahwa fitrah berarti beragama islam. Pemaknaan tersebut menunjukan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah penyerahan kepada yang mutlak (ber-Islam).
(3). Fitrah berarti mengakui ke-Esaan Allah. Manusia lahir dengan membawa potensi tauhid, atau paling tidak ia berkecenderungan untuk mengesakan Tuhan, dan berusaha secara terus menerus untuk mencari dan mencapai ketauhidan tersebut.
(4). Fitrah berarti kondisi selamat (al-salamah) dan kontinutas (al-istiqamah). Pemaknaan ini dikemukakan oleh Abu Umar ibn ‘Abd al-Bar, dalam hadist Qudsi dinyatakan “sesungguhnya Aku (Allah) menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (kontinue dan selamat). Maka syaitanlah yang menarik kepada keburukan.” (HR. Ahmad ibn Hambal dari ‘Iyadh ibn Humair). Menurut ‘Abd al-Bar, fitrah secara aktual tidak mengandung iman dan kufur, juga tidak mengenal Allah atau mengingkari-Nya. Fitrah secara potensial berarti keselamatan dalam proses penciptaan, watak, dan strukturnya. Iman dan kufurnya baru tumbuh setelah manusia mencapai akil baligh, sebab ketika masih bayi atau anak-anak, mereka belum mampu berfikir, apalagi menerima keberadaan Tuhan.
(5) fitrah berarti perasaan yang tulus (al-Ikhlas). Manusia lahir dengan membawa sifat baik. Diantara sifat itu adalah ketulusan dan kemurnian dalam melakukan aktivitas. Pemaknaan tulus ini merupakan konsekuensi fitrah manusia yang harus berpotensi Islam dan Tauhid. Sebab dengan berislam berarti seseorang telah menghambakan diri kepada Zat yang Mutlak, yaitu Allah SWT, dan menghilangkan segala sesuatu yang temporal dan nisbi.
(6). Fitrah berarti kesanggupan atau predisposisi untuk menerima kebenaran. Secara fitri manusia lahir cenderung berusaha mencari dan menerima kebenaran, walaupun pencarian itu masih tersembunyi dalam qalb yang paling dalam. (7). Fitrah berarti potensi dasar manusia atau perusahaan untuk beribadah dan makrifat kepada Allah. (8). Fitrah berarti ketetapan atau takdir asal manusia mengeani kebahagian dan kesengsaraan hidup. (9). Fitrah berarti tabiat atau watak asli manusia. (10). Fitrah berarti sifat-sifat Allah SWT yang ditiupkan pada setiap manusia sebelum dilahirkan. Dan (11). Fitrah dalam beberapa hadist memiliki arti takdir atau status anak yang dilahirkan.
Berdasarkan makna etimologi dan nasabi maka daopat disimpulkan bahwa secara terminologi “ fitrah adalah citra asli yang dinamis, yang terdapat pada sistem-sistem psikofisik manusia dan dapat diaktualisasikan dalam bentuk tingkah laku. Citra unik tersebut telah ada sejak awal penciptaannya.

2.Fitrah dan Citra Manusia sebuah Implikasi Psikologis
Konsep fitrah sebagaimana tergambar diatas menunjukan citra unik manusia yang menjadi landasan bagi konstruk psikologi Islam. Islam secara empris – eksperimental belum memiliki teori-teori psikologis yang mapan. Meskipun demikian tidak berarti bangunan psikologi Islam mengadopsi dari teori-teori psikologi kontemporer, sebab secara spekulatif kedua pendekatan itu memiliki kerangka filosofis yang berbeda tentang hakekat manusia. Citra unik manusia dalam Psikologi Islam dapat disederhanakan dalam beberapa point berikut ini.
(1). Manusia dilahirkan dengan citra yang baik, seperti membawa potensi suci, ber-Islam, ber-Tauhid, Ikhlas, mampu memikul amanah Allah SWT untuk menjadi Khalifah dan hamba-Nya di muka bumi, dan memiliki potensi dan daya pilih. Potensi baik tersebut perlu diaktualisasikan dalam tingkah laku yang nyata. Citra baik tersebut pada mulanya disangsikan oleh malaikat dan iblis, namun setelah Allah SWT menyakinkannya maka malaikat percaya akan kemampuan manusia, sementara iblis dengan kesombongannya tetap mengingkarinya.
(2). Selain jasad, manusia memiliki ruh yang berasal dari Tuhan. Ruh menjadi esensi kehidupan manusia. Melalui fitrah ruhani maka (a). Hakekat manusia tidak hanya dilihat dari aspek biologis namun juga dari aspek ruhaniah. (b). Kebutuhan ruh yang utama adalah agama, yang teraktualisasikan dalam bentuk ibadah. (c). Periode kehidupan manusia bukan hanya diawali dari pra-natal sampai kematian, tetapi jauh sebelum dan sesudahnya masih terdapat alam lagi, yaitu alam perjanjian (pra kehidupan dunia), alam dunia, dan alam akhirat (pasca kehidupan dunia). Semua kehidupan manusia tidak akan sia-sia.
(3). Melalui fitrah nafsani (psikofisik) dalam psikologi Islam, maka (a) pusat tingkah laku adalah qalb, bukan otak atau jasmani manusia. (b). Manusia dapat memperoleh pengetahuan tanpa diusahakan, seperti pengetahuan intuitif dalam bentuk Wahyu dan Ilham; (3). Tingkat kepribadian manusia tidak hanya sampai pada humanitas atau sosialitas, tetapi sampai kepada berketuhanan. Tuhan merupakan asal dan tujuan dari segala realitas.

E. QALB SEBAGAI PUSAT GARAPAN PENDIDIKAN ISLAM
Tolak ukur pendidikan Islam adalah iman dan titik tolak yang benar adalah pemusatan pada qalb, sehingga qalb itu emnjadi sehat dan baik, sebab proses pendidikan semacam ini sangat aman dan tenang dalam mendudukan manusia menjadi manusia, dan sangat aman untuk meletakan dan mengeluarkan manusia dari wilayah bujukan , gangguan, dan fitnah syaitan, baik syaitan yang berbentuk jin ataupun manusia. Allah SWT. Berfirman dalam QS Al-An’am:112-113;

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ
Artinya : “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan. “
Dari ayat ini diketahui bahwa qalb yang cenderung kepada syaitan yang berbentuk manusia dan jin, dan qalb yang suka pada godaan dan gangguannya adalah manusia yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat. Itulah sebabnya, jika kita hendak mengeluarkan manusia dari wilayah gangguan syaitan, kita wajib memulai dari perbaikan al-qalb.
Dari uraian di atas tampak bahwa titik tolak yang benar dan sasaran utama pendidikan Islam adalah Qalb hati), agar qalb itu mampu mencapai kondisi yang sehat. Kegagalan dalam hal ini sama dengan kegagalan dalam membentuk pribadi Muslim hakiki yang setia dan konsisten terhadap perintah-perintah Allah dan Agamanya.
Kegagalan proses kerja al-Qalb dapat melahirkan semacam penyakit psikis, atau bahkan – secara tidak tertahankan biasa melahirkan semacam kelompok separatis ekstremis (ghulat). Disamping itu akan melahirkan pula sekelompok manusia fasik, munafik, pendusta dan murtad. Tak ada lagi hati yang selamat sehingga kerusakan duniawi dan ukhrawi meluas dan merajalela.
Setiap Muslim haruslah memiliki semangat dan ketekunan yang kontinue untuk dapat sampai dan memperoleh hati yang bening, bersih, dan selamat. Sebenarnya manusia dihadapkan pada dua alternatif: perhatian qalbnya secara total terpusat kepada perjalanan ruhaniahnya, atau terarah pada banyak hal.
Qalb dalam kondisi lemah iman, kurang bercahaya, atau dalam kondisi sakit dan keras, dapat dengan mudah dikalahkan oleh hawa nafsu. Ia menyerah di hadapan nafsu birahi dan menyerah di hadapan penyakit-penyakit lainnya. Sifat sombong mengarahkan qalb dan jiwanya, sifat hasud menyetir qalb kemudian jiwanya, begitulah seterusnya.
Semakin jelas bahwa titik tolak yang benar dalam pendidikan Islam adalah pemusatan program pada perbaikan Qalb. Karena tahap pertama yang menjadi pusat perhatian dan kerja para sufi adalah program-program yang berkaitan dengan masalah qalb.

III. K E S I M P U L A N
Dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.Secara teoritis arti al-qalb adalah hati, dimana kondisi hati menurut M. Quraish Shihab, selalu bolak-balik. Tetapi disamping makna seperti itu ada banyak makna yang identik dan semakna dengan pengertian al-qalb, seperti: (1). As-Sadr yaitu tempat perasaan was-was: (2) Al-qalb merupakan tempat iman: (3). Asy-Syaghaf yaitu tempat cinta: (4). Al-fuad, yang dapat memelihara kebenaran: (5) Habat al-qalb, yaitu tempat cinta dan kebenaran: (6). As-suwidah, yaitu tempat ilmu dan agama: (7). Mahajah al-qalb, yang merupakan manifestasi sifat-sifat Allah: (8). Al-damir, yang merupakan tempat merasa dan daya rekoleksi (al-quwwah al-latifah) dan (9). As.sirr, sebagai bagian qalb yang palinh halus dan rahasia.
2.Karakteristik dan peranan al-qalb meliputi : Pertama, dari sudut fungsi al-qalb memiliki sedikitnya tiga fungsi sebagai berikut: (1) fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta; seperti berfikir (aql), memahami (fiqih), mengetahui (ilm), memperhatikan (dabr), mengingat (dzikr), dan melupakan (khilaf). (2). Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa, seperti tenang ( tama’ninah), jinak atau sayang (ulfah), senang (ya’aba), santun dan penuh kasih sayang (ra’fah wa rahmah), tunduk dan bergetar (wajilat), mengikat (ribat), kasar (glaliz), takut (ru’ub), dengki (gilun), berpaling (zayq), panas (ghaliz), sombong (hamiyah), kesan (isyma’azza), dan lain-lain. (3). Fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa, seperti berusaha (kasb).Kedua, dari sudut kondisinya, dari sudut kondisi ini dapat dilihat dari dua bagian yaitu: qalb yang baik dan qalb yang buruk, bahkan qalb yang berada diantara qalb baik dan qalb buruk.
3.Pentingnya al-qalb dalam pendidikan islam dikarenakan al-qalb merupakn tolak ukur dari keberhasilan sistem pendidikan islam. Jadi baik-buruknya hasil pendidikan islam lebih cederung ditentukan oleh baik buruknya al-qalb peserta didik dan komponen-komponennya.




DAFTAR BACAAN

Abdul Aziz Al-Darimi “ Pembersih Kalbu “. Terj. Mudzakir AS, Bandung: Pustaka Pelajar, 2000
Abdul Mujib, M.Ag & Jusuf Mudzakir, M.Si “Nuansa-Nuansa Psikologi Islam” Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Al-Ghazali “ Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia”. Terj. Muhammad Al-Baqir, Bandung: Karisma, 1994.
Baharuddin “ Aktualisasi Psikologi Islami” Bandung: Pustaka pelajar, 2005
Imam Al-Ghazali “ Mengobati Penyakit Hati”. Terj. Achmad Sumanto, Jakarta: Pustaka Amani, 1989.
Sa’id Hawwa “ Jalan Ruhani (Bimbingan tasawuf Untuk Para Aktivis Islam) “. Terj. Drs. Khaerul Rafie’ M dan Ibnu Thaha Ali, Bandung: Mizan, 2001.